Penggunaan
Bahasa Gaul di Dunia Pendidikan
Dewasa ini,
keprihatinan terhadap pemakaian Bahasa Indonesia yang baik dan benar semakin
meningkat. Memang data penelitian terhadap gejala ini tidak disertakan. Namun
sebagai seorang yang peduli terhadap dunia pendidikan, kami menangkap fenomena
ini sekaligus dapat merasakan keprihatinan yang sama bersama rekan-rekan UKM
P&K lainnya menanggapi masalah ini.
Idealnya,
bangsa Indonesia dari segala generasi harus mampu menggunakan Bahasa Indonesia
yang baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan. Hal ini sangat penting,
mengingat Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional yang memersatukan negeri
ini.
Otomatis, bahasa nasional ini harus dipakai dalam segala kegiatan yang
bersifat formal dan kelembagaan, termasuk segala kegiatan di bidang pendidikan.
Namun kenyataan yang terjadi adalah bahasa gaul yang seharusnya hanya menjadi
bahasa pergaulan telah masuk ke ruang praktis pendidikan. Penggunaan bahasa
tidak resmi dalam aktivitas berbahasa seperti menulis dan berbicara menjadi
sebuah hal yang kerap ditemui di ruang kelas. Di atas lembar jawaban saat ujian
maupun dalam presentasi di depan kelas, bahasa gaul masih menjadi raja.
Dalam
kenyataannya bahasa gaul masih memiliki nilai bahasa tersendiri bagi yang memakainya.
Akibatnya banyak sekali ragam bahasa yang beredar didunia pendidikan. Sebuah
pepatah mengatakan “Lebih baik
menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan”. Daripada kita
mengutuk kegelapan dengan terus-terusan menyalahkan kaum alay yang
merusak sistem tata bahasa kita melalui ‘kreativitas’ mereka atau dengan terus
- terusan.
menggerutu
lantaran generasi muda kita menulis dan berbicara ala gaul di
tengah acara formal, sebaiknya kita menyalakan lilin dengan berbuat sesuatu.
Pertanyaan
selanjutnya adalah Siapa yang dimaksud dengan ‘kita’? dan Apa yang bisa kita
perbuat? Bagaimana caranya? Berikut akan disampaikan alternatif jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Hal yang bisa kita perbuat dan caranya tentu berbeda-beda sesuai dengan
peran kita sebagai mahasiswa Maka peraturan
yang bisa diterapkan adalah penggunaan Bahasa Indonesia yang santun dan
situasional. Memang tidak perlu formal supaya tidak kaku, namun di sisi
lain sebaiknya menghindari penggunaan bahasa gaul yang dianggap kurang sopan. Contoh
nyatanya adalah penggunaan loe, gue, nyokap, bokap, dll. Yang
terpenting dan harus dilakukan oleh kita adalah mengkritisi dan memberi
pemahaman yang benar ketika ada orang yang tidak menggunakan Bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Misalkan ketika menonton TV kemudian ada pidato bapak
menteri yang lebih banyak menggunakan istilah gaul dan Bahasa Inggris pada
acara kenegaraan.
Keprihatinan
akan terus menjadi keprihatinan ketika kita tidak bertindak apa-apa untuk
mengubahnya. Sebaliknya, keprihatinan akan berubah menjadi hal yang positif
ketika kita berani mengambil tindakan nyata untuk berubah. Diperlukan tindakan
semua elemen masyarakat yang bergerak pada perubahan. Semoga pemikiran ini
dapat menjadi bahan refleksi kita bersama.
Salam keilmuan...
#menantang nalar, menantang pikir..
0 komentar:
Post a Comment